Sabtu, 20 Agustus 2011

Lidah tak bertulang..

memang lidah tak bertulang yah... sampai seseorang begitu mudah memutar balikkan fakta yang ada...
Saya sendiri hampir tidak percaya, bahwa kadang orang yang kita lihat dari luar, bisa kita percaya, ternyata tidak.. dan kadang, apa yang menurut kita baik, belum tentu dinilai orang dengan baik...Hari ini, saya mengikuti rapat di sekolah, mengenai tanah ulayat yang punya tanah tempat sekolah kami didirikan.. Dimana, yang punya tanah bermaksud pengen tinggal di Rumah dinas sekolah, dan bahkan rumah yang kami tempati pun, ingin di tempati oleh kakak nya... tapi, saya terkejut, kaget dan tidak percaya, dikala rapat berjalan, dimana ada yang punya tanah dan keluargany... Sebenarnya rapat ini diadakan, karena saya tidak nyaman, karena yang punya tanah ulayat, berapa kali datang ke warnet, untuk mengatakan, supaya rumah dinas yang kami tempati dikosongkan, karena kakak nya mau tinggal disana...jadi saya melapor ke pihaksekolah, biar masalah ini diselesaikan, karena saya sendiri tidak ada hak untuk semua itu, karena saya hanyalah bawahan, yang disuruh oleh pimpinan untuk tinggal di rumah tersebut dan mengabdi di sekolah itu..

saya tidak ingin berhubungan dengan masalah ini, karena ini adalah hak kepala sekolah dan kepala Dinas Pendidikan... back to the problem.. dan rapat pun dimulai, semua pun menyampaikan uneg-unegnya dan apa yang merasa membuat pihak sekolah dan begitu juga yang punya hak ulayat... tapi, apa yang saya dengar dari mulutnya ?(sory).. apa yang diucapkan oleh lidah yang tak bertulang itu ?. semua lari dari fakta, semua lari dari kenyataan.. yang dalam kondisi realnya, saya yang tidak nyaman dengan kehadiran bapak itu, malah jadi berubah dan berkata bahwa, akar dari semua permasalahan adalah saya,dan keluarga saya.. Bapak yang punya tanah ulayat berkata,"semua dimulai, ketika, lampu di rumah kita di putus,(N.B: rumah dinas tersebut ada dua dan mempunyai satu meteran listrik, kita tinggal bersebelahan,dimana sebelumnya rumah itu kosong, tetapi yang punya tanah bisa tinggal disana tanpa sepengetahuan pihak sekolah) dan karen saya dengan suami saya ada di warnet(tempat usaha kami), maka bapak tersebut pun datang ke warnet, dan katanya bapak itu sudah memberitahu tentang semuanya itu, tetapi seperti tidak ada tanda2 dari saya dan suami untuk bersedia membayar tagihan listrik tersebut.. (dengan kaget,sambil mengelus dada.. saya berusaha untuk diam, dan mendengar penjelasan bapak tersebut.. trus bapak itu kembali cerita, yang kedua, akhirnya saya membayar tagihan listrik itu sendiri, dan pihak PLN langsung melakukan pemasangan listrik kembali...tetapi, mereka(maksudnya saya), sepertinya sengaja tidak mau memadam lampu luarnya, dimana lampu mereka menyala terus, seolah2 mereka tidak menghargai saya, atau mungkin menurut saya, memang ada yang sengaja menghasut ibu Sormin(saya) supaya tidak memadamkan ampunya. (kembali, saya mengelus dada, sambil menahan emosi).. dan yang membuat saya marah dan jengkel.. lanjut bapak itu.. tiap saya pergi ke warnet, mereka tidak pernah menghargai saya.. seolah-olah saya seorang pengemis, atau mau minta makan ( nah, yang terakhir ini, yang benar2 buat saya tidak bisa menahan amarah.)

Setelah bapak itu, selesai menerangkan, dan juga guru yang lain memberikan pernyataan masing2. maka tiba giliran saya, untuk bicara. dan apa yang saya katakan? 
  • the first,bapak, saya benar2 terkejut, ketika bapak bilang, kalau saya dan suami tidak ada tanda2 mau membayar tagihan listrik tersebut, dimana saya sendiri yang bilang, biar sudah bapak. nanti saya yang bayar listriknya, tetapi bapak bilang apa? bapak bilang, kalau bapak ada teman di PLN, dan mau tanya ke teman bapak tersebut, karena sepertinya tidak mungkin tagihan listrik ini sebegitu banyak, dimana selama 1 tahun lebih saya dan tetangga saya dulu tinggal disana, tidak pernah punya tagihan sampai segitu.. makanya, baak bilang, iya ibu, makanya nanti saya yang pegang rekening nya, karena saya ada teman.tetapi, ketika saya masih berbicara, tiba2 bapak tersebut memotong pembicaraan saya..(padahal waktu bapak tsb bicara, saya mendengarkan dengan baik, walaupun saya akui, saya emosi mendengarnya, tapi say juga di ajari sopan santun oleh orang tua saya, yakni tidak boleh memotong pembicaraan orang). dan Bapak tersebut berkata, iya, tapi suami ibu berkata, nanti bapak tolong cek ke PLN, jadi saya kira, memang tidak ada kemauan untuk bayar, apalagi melihat nominal nya yang lumayan banyak. saya kaget, dan langsung menjawab.. ya ampun Pa, saya tidak menyangka, padahal kemarin bapak datang ke rumah, kita bicara dengan baik, ternata dalam hati bapak seperti ini...
  • the second, saya juga kaget, ketika bapak bilang, setiap bapak datang ke warnet, seperti tidak dihargai dan seperti pengemis.. kita kurang bagaimana lagi pak, kita sudah berusaha dengan baik, apa yang ada kita suguhkan, saya masih ingat, saya buatkan teh hangat untuk bapak dan istri bapak, dan juga gorengan pada saat itu.. dan kita berbicara dengan canda tawa, ternyata, bapak berkata seperti ini, sunguh bapak, saya tidak tau mau bilang apalagi ( dalam hati, saya hampir menangis dan berseru, Ya, Tuhan, sedangkan kita berbuat baik saja sudah seperti ini? apalagi kalau tidak berbuat baik?) apakah ini, karena optimisme bapak tersebut untuk memilki rumah yang kami tinggal i, dengan cara menghalalkan segala cara, dan mempertaruhkan ketulusan hati seseorang... dimana selama ini, saya sudah menganggap mereka seperti saudara saya sendiri, saya ingin menjadi tetangga yang baik, yang ingin selalu berbagi.. tapi, ternyata harta dan kekuasaan telah membutakan mata dan hatinya ya Tuhan... sungguh, semuanya ini jadi pelajaran yang berharga bagiku..
Walaupun dalam akhir rapat, semua persoalan sudah selesai, dengan catatan saya tetap tinggal di rumah tersebut, dan saling berjabat tangan dimana, tidak ada lagi rasa sakit hati. tapi, apakah semudah itu? jujur, sampai saat saya mengetik ini juga, saya masih belum bisa memaafkan nya, karena semuanya itu terlalu sakit, dimana dia bisa memutarbalikkan fakta, dan memojokkan saya sendiri dalam rapat tersebut.. Untung, saya masih ingat nasehat papa saya ( mengalah tidak berarti kalah, tetapi mengalah lah untuk menang) dan aku yaki akan semuanya itu.. walaupun semua peserta rapat tersebut tidak mengetahi kejadian yang sebenarnya, tetapi saya percaya Tuhan Maha tau, semuanya itu adalah hukum "tabur, tuai " apa yang kita tabur, maka itu yang akan kita tuai... tidak akan mungkin, kita menabur ben ih rambutan, dan yang tumbuh durian.
setelah saya pulang ke rumah, dan menceritakan hal tersebut, suami saya juga langsung emosi mendengarnya, karena tidak menyangka juga, akan mendengar kata2 seperti itu, spontan suami saya ambil uang ratusan ribu beberapa lembar, dan berniat untuk membayar tagihan listrik tersebut, karena menurut suami saya, cara Bapak itu sudah diluar batas... apa dia kira, kita tidak bisa bayar, bukan nya dia sendiri yang bilang, mau bawa, karena punya teman di PLN, begitu kata suami saya..tetapi saya mencegah nya, dan bilang.. tidak perlu pah, papa tidak boleh emosi begitu.. dan suami saya pun lgsg bilang pokoknya angkat barang2 semua dari rumah itu, dan mulai besok Senin, tidak usah mengajar di sekolah itu lagi.. tapi, saya bilang papa, alangkah baiknya, kalau kita konsultasi dulu sama ibu Butar2 (guru senior dan PJS di sekolah itu) kita minta solusi, kira2 baiknya bagaimana... dan akhirnya kita pun kesana, dan setelah berbincang sekian lama, intinya, kalau memang keputusan nya sudah bulat, yah itu hak kita untuk keluar, dan soal saya tidak mengajar lagi, yah ibu itu tidak boleh memaksa, karena papanya juga bilang, kalau saya ingin konsen merawat and menjaga Damar dulu, sampai dia benar2 bisa di tinggal kerja..

Tapi, jujur... keputusan yang terakhir itu, sepertinya susah untuk ku, bukan berarti saya menyalahkan papa atau siapa, tapi ini dari sisi pribadi ku sendiri, dan juga tangungjawabku sebagai guru.. walaupun, aku sadari, selama ini terlalu banyak masalah yang aku hadapi selama berada di sekolah itu, mulai dari guru yang iri dan cemburu, dan sebagainya, yang kadang membuatku tidak nyaman, tapi saya punya prinsip, kalau saya tidak punya urusan dengan mereka, karen saya hamya ingin melakukan yang terbaik, dan selagi saya memang tidak berbuat salah kepada mereka.. toh, yang saya ajari juga, anak2 mereka, bukan anak saya.. tapi, karen saya sayg sama murid2 saya, sya selalu membayangkan senyum dan keceriaan di wajah mwereka, ketika saya masuk di kelas.. apalagi, saya mengajar b.study dari kelas satu sampai kelas enam.. bukan nya puji diri, tapi mereka sangat senang, karena saya tidak menggunakan sistem kekerasa, yang menurut mereka itu adalah hal yang paling tepat untuk menbuat anak takut, dan taat kepada guru.

tapi, saya sama sekali tidak pernah memakai prinsip itu, saya malah membuang jauh2 hal seperti itu dari pikiran saya, karena orang yang saya ajari adalah manusia, punya hati dan punya perasaan, apabila kita mengajarkan kepad amereka tentang yang baik, maka mereka pun akan meniru sikap kita, dan akan berbuat seperti itu, memang susah untuk membujuk mereka, apalagi sudah terbiasa dengan sistem dihukum, atau sistem pukul... tapi bagiku tidak, sentuhan tangan dan ucapan yang halus juga nyatanya bisa meluluhkan hati mereka... karena mereka juga ingin di mengerti... yah, walaupun kadang sebagian masih susah untuk di kasih tau, tapi saya yakin, semuanya itu butuh proses.. dan mereka sedang dalam proses itu.. itu yang membuat aku, benar2 tidak yakin, apakah aku benar2 akan meninggalkan mereka ? siapa lagi yang mengerti mereka, siapa lagi tempat mereka untuk bercerita tentang hal2 lucu... dan keseharian mereka... tapi, sepertinya papa tidak bisa diajak kompromi soal ini, pokoknya, mulai Senin, saya tidak bisa mengajar lagi.. Aku bear2 sedih mendengarnya... bagaimana nanti keseharianku tanpa mereka, walaupun aku akui, kadang saya pulang membawa rasa capek dan yang jadi pelampiasan adalah Papa... tapi, saya mohon.. mengertilah akan hati nurani saya, bukan nya tadi papa yang bilang sendiri kalau papa sendiri juga NOl besar kalau disuruh untuk mengajar di SD?

Saya bingung.. adakah yang mengerti ? bukan nya saya tidak sayang Damar, dan ingin sepenuhnya menjaga dia, tapi saya juga merasa bersalah apabila meninggalkan mereka.. apa yang akan mereka bilang bila berjumpa dengan saya? ini ibu guru saya, sekarang tidak mau mengajari kita lagi, karena ada masalah dengan tuan tanah? betapa sakitnya mendengar kata2 itu... siapa yang akan mengajarkan pelajaran itu kepada mereka, dimana itu yang membuat mereka merasa fresh, dimana setiap hari disuguhkan pelajaran yang menguras otak dan juga ketegangan.. Aku mohon kepadaMu ya Tuhan, bukankah Engkau berkata " Mintalah. maka akan diberikan kepadamu" Untuk itu, aku meminta ya Tuhan, Izinkanlah saya untuk berbagi ilmu kepada murid2 saya.. berikanlah pengertian kepada suami saya, sehingga mengerti apa yang saya rasakan.. walaupun, saya tau.. bahwa sebenarnya keputsan nya juga adalah untuk memberikan yang terbaik buat saya, papa hanya tidak ingin saya terluka dan sakit hati.. tapi, bukan kah semua itu adalah pembelajaran untuk mendewasakan diri... Semuanya aku serahkan kepada Mu ya Tuhan.. berikanlah yang terbaik buat keluarga kami, biarlah semua mengalir seperti air.. karen kami yakin semua akan indah pada waktunya..  karena bukanlah kehendak kami yang jadi, tetapi kehendak Mu lah Bapa......

0 komentar:

Posting Komentar